Rabu, 27 Januari 2016

16 ALASAN MENGAPA KITA HARUS MENGHAFAL ALQURAN

ONE DAY ONE AYAT

Bisa membaca al-Qur'an itu keutamaan. Dan bisa menghafal al-Qur'an adalah lebih utama. Bisa memahami al-Qur'an itu adalah kewajiban. Dan paham ditambah hafal itu jauh lebih afdhal. Mengamalkan nilai-nilai al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari itu adalah tuntutan. Namun, mengamalkan karena termotivasi karena hafalan adalah lebih aman setiap saat.
Setidaknya itu yang harus kita renungkan sama-sama sebagai seorang muslim sejati. Ya, menghafal al-Qur'an merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan setiap muslim. Ia tidak akan bisa menerapkan Islam secara baik tanpa interaksi yang kuat dengan al-Qur'an sebagaimana para generasi sahabat dan salaf shaleh dahulu lakukan.
Untuk memotivasi kita agar bisa dekat al-Qur'an dan berjuang menghafalkan aya-ayatnya, maka setidaknya ada 16 alasan kenapa kita harus menghafal al-Qur'an:

1. Menghafal adalah landasan awal ketika Rasulullah menerima al-Qur'an dari malaikat Jibril alaihissalam.
Allah berfirman dalam al-Qur'an:
بل هو آيات بينات فى صدور الذين أوتوا العلم
Artinya: "Bahkan al-Qur'an itu adalah ayat-ayat yang menjelaskan (terdapat) di dalam dada-dada orang-orang yang diberikan ilmu.."(QS al-Al-Ankabut: 49).
Sungguh, betapa indahnya ayat ini yang menjelaskan tentang agungnya aktifitas dada orang-orang yang menghafal ayat-ayat Allah swt. Allah mensifatkan bahwa mereka adalah orang-orang yang diberikan ilmu. Lalu, apakah ada yang disebut ilmu selain yang termuat dalam al-Qur'an al-Karim?!
Ayat di atas menjelaskan bahwa Dia akan memilih dari sekian hamba-hamba-Nya di muka bumi untuk kemudian dada akan dijadikan sebagai wadah bagi firman-firman-Nya. Sungguh ini merupakan keutamaan yang besar.
Malah ketika kita mau memperhatikan kekhususan yang diberikan kepada umat ini, - di mana dada para ulamanya penuh dengan al-Qur'an- kita semua pasti akan mengetahui berharganya menjadi para penghafal kitab-Nya.

2. Al-Qur'an adalah sumber dan muara semua sistem dan undang-undang umat ini.
Karena al-Qur'an ini adalah undang-undang kita selaku umat Islam, maka kita wajib untuk berhukum dengannya dan menjadikannya sebagai sumber hukum bagi orang lain. Darinya referensi bagi semua persoalan dan tasyri' (perundang-undangan). Tidak ada persoalan yang kecil ataupun besar sekalipun melainkan dijelaskan secara jelas di dalamnya. Ini sebagaimana firman Allah dalam ayat-Nya:
ما فرطنا فى الكتاب من شيء
Artinya: "Tidaklah Kami berlebih-lebihan (dalam menjelaskan) di kitab ini sedikitpun.."
Dan firman-Nya:
وما كان ربك نسيا
Artinya: "Dan tidaklah Tuhanmu lupa."
Al-Qur'an ini adalah cahaya yang dibawa umat untuk menerangi seluruh manusia agar risalahnya tersampaikan dengan menyeluruh, layaknya sebuah umat yang dilahirkan untuk manusia seluruhnya dan sebagai saksi atas mereka di dunia dan akhirat.

3. Menghafal al-Qur'an adalah fardhu kifayah.
Sebagian ahli ilmu menegaskan bahwa menghafal al-Qur'an itu merupakan kewajiban atas umat ini. Yang apabila telah dilakukan oleh sebagian kaum, maka akan terbebaslah kaum yang lain dari dosanya.
Badruddin Zarkasyi mengatakan: "Sahabat-sahabat kami mengatakan, "Belajar al-Qur'an itu hukumnya fardhu kifayah. Dan kegiatan menghafalkannya adalah wajib atas umat ini."

4. Menghafal al-Qur'an itu berarti meneladani Rasulullah saw.
Allah telah menjadikan Rasulullah saw, Muhammad sebagai teladan yang baik bagi umat ini. Dan menghafal al-Qur'an itu sendiri adalah bagian dari meneladani sunnah-sunnahnya. Itu dikarenakan Rasulullah selalu menghafalkannya, rajin membacanya dan disimak oleh malaikat Jibril as. Demikian pula, Rasulullah menyimakkannya kepada para sahabatnya dan para sahabatnya menyimakkan kepada beliau.

5. Menghafal al-Qur'an juga sama dengan meneladani para salaf sholeh.
Menghafal al-Qur'an di masa kanak-kanak dan masa muda adalah bagian mencontoh salaf sholeh, menapaki jejak mujahadah (kesungguhan) mereka dan menempuh contoh jalan hidayah Allah. Dahulu, salaf sholeh memulai menghafal al-Qur'an sebelum menghafal ilmu-ilmu lain dan memberikan perhatian lebih kepadanya sebelum kepada disiplin keilmuan lainnya. Tidaklah anda membaca tentang biografi para ulama dahulu melainkan engkau pasti akan membaca di dalamnya bahwa ia, "menghafal al-Qur'an dahulu lalu baru kemudian menuntut ilmu-ilmu keislaman lainnya."

6. Menghafal al-Qur'an adalah karakteristik umat Rasulullah saw.
Imam Jazari mengatakan: "Dahulu itu, para ulama menukilkan al-Qur'an melalui dada-dada dan hati-hati yang dipenuhi hafalan al-Qur'an. Bukan melalui tulisan mushaf dan kitab-kitab. Inilah karakteristik yang paling mulia yang Allah berikan kepada umat ini."
Sungguh, aktifitas menghafal al-Quran ini akan senantiasa menjadi syiar bagi umat ini dan menjadi duri di kerongkongan musuh-musuh Islam.
Laura Faghliry, wanita orientalis mengatakan: "Sungguh, hari-hari ini kita tidak bisa membendung terjangan ombak keimanan ribuan umat muslim yang mampu mengulang-ngulan bacaan al-Qur'an dengan hafalan. Di Mesir sendiri jumlah huffazul qur'an (penghafal al-Qur'an) jauh melebihi jumlah kaum Nasrani yang mampu membaca Injil secara hafalan di seluruh Eropa."
James Minzez, seorang non Islam yang diharamkan mendapatkan cahaya al-Qur'an mengatakan: "Mungkin itulah, al-Qur'an merupakan kitab yang paling banyak dibaca manusia di atas dunia ini. Sungguh, ia adalah bacaan yang paling mudah dihafal manusia."

7. Menghafal al-Qur'an adalah proyek ibadah yang tidak mengenal bahasa kegagalan.
Takut gagal dan tidak berhasil saat ini sudah menjadi rintangan dan sekat yang menghalangi antara seseorang dan angan-angannya. Dan bisa jadi semua akhir dari semua proyek manusia adalah benturan keras yang terjadi karena sekat kegagalan dan ketidakmampuan untuk melanjutkan sebuah pekerjaan. Akan tetapi proyek menghafal al-Qur'an tidak akan pernah mengenal yang namanya pemikiran tersebut. Ketika seorang pemuda memulai pekerjaan menghafal al-Qur'an ini, kemudian berhenti dan melemah tekadnya sebelumnya selesai menghafal, apakah bisa dikatakan ia telah gagal sesungguhnya, misalnya saja ia telah menghafal beberapa juz?! Tentu saja usahanya tidak sia-sia dalam sekejap. Hanya saja hafalannya itu hilang sejenak. Seluruh waktu yang pernah ia kerahkan untuk membaca dan menghafal yang membuatnya mengorbankan segala kenikmatan dunia tentu saja adalah bagian dari ketaatan kepada Allah swt. Bisa dibayangkan, berapa surat dan berapa ayat yang pernah ia ulang-ulang?! Sementara setiap huruf akan dibalas dengan sepuluh kali lipat oleh Allah swt.

8. Menghafal al-Qur'an itu mendapat garansi kemudahan untuk semua orang.
Banyak orang yang bercita-cita bisa merealisasikan impiannya dan mengukir prestasi yang memuaskan. Namun, seringkali kemampuan akalnya menjadi penghalang untuk menggapai itu semua. Tapi tidak untuk al-Qur'an. Bisa kita saksikan betapa banyak orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik dan lemah dalam hafalan, tapi mampu menghafal al-Qur'an.
Qurthubi mengatakan tentang ayat: "Sungguh telah Kami mudahkan al-Qur'an untuk diambil pelajaran."(Qs al-Qomar: 17), yakni, "Kami mudahkan al-Qur'an ini untuk dihafal, dan akan Kami bantu mereka yang mau menghafal. Lalu, adakah orang yang mau menghafal lalu mendapatkan pertolongan-Nya?"

9. Penghafal al-Qur'an adalah keluarga Allah dan orang-orang pilihan-Nya.
Di antara penyempurnaan penghormatan Allah dalam menjaga kitab suci-Nya adalah dengan menjadi dari hamba-hamba-Nya yang hafal al-Qur'an. Sungguh itu merupakan sebuah kehormatan yang tidak ada bandingannya bagi manusia di dunia ini. Di mana dengan sifat itu seorang hamba yang fakir dan lemah menjadi keluarga dan orang-orang pilihan-Nya. Keluarga dan orang-orang pilihan-Nya itu tent lebih patut memperoleh rahmat, pemaafan, cinta dan dekat dengan-Nya tabaroka wata'alaa.
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik dari Rasulullah saw ia berkata: "Sesungguhnya Allah memiliki 'keluarga' di antara manusia sekalian." Para sahabat bertanya: "Siapa mereka, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Mereka adalah ahlul qur'an dan orang-orang pilihan-Nya." (HR. Ibnu Majah)
Silahkan saja setiap manusia bangga dengan predikat yang ia miliki di dunia ini. Entah itu ia ahli harta, ahli seni ataupun ahli olahraga. Silahkan pula sebut nama-nama itu semua pada setiap kamus yang ada dengan sifat dan pujiannya. Apakah ada yang lebih baik dari pada sifat yang dimiliki oleh seseorang yang bergelar 'keluarga Allah dan hamba pilihan-Nya.'?

10. Menghormati Penghafal al-Qur'an berarti mengagungkan Allah swt.
Dari Abu Musa al-Asya'ri radiyallahu anhu ia berkata: Rasululla saw bersabda: "Di antara bentuk mengagungkan Allah adalah memuliakan orang tua yang muslim, memuliakan penghafal al-Qur'an yang taat dan menghormati setiap pemimpin yang adil." (HR. Abu Daud). Inilah dalil tentang ketinggian kedudukannya dan kebesaran perannya.

11.Akan ditempatkan bersama duta-duta yang mulia lagi berbakti (para malaikat).
Dari Aisyah radiyallahu anha bahwa nabi shallahu alaihi wasallam bersabda: "Perumpamaan orang yang membaca al-Qur'an sementara ia hafal akan ditempatkan bersama para duta-duta Allah yang mulia lagi berbakti. Dan perumpamaan orang yang membacanya dalam keadaan berat namun ia tetap berusaha, maka baginya dua pahala."(HR. Bukhari).
Sudah tidak bisa pungkiri saat ini manusia begitu berbangga diri ketika menyandarkan diri kepada salah seorang pembesar atau seorang tokoh agama yang penuh dengan ketenaran. Bisa jadi itu pada bidang olahraga ataupun sia-sia yang penuh kebatilan. Sungguh itu merupakan kecelakaan besar karena keteledoran diri. Namun demikian indah bagi para penghafal al-Qur'an ketika mereka memilih bersama para duta-duta Allah yang suci (malaikat).

12. Akan memperoleh syafaat di hari kiamat.

13. Penghafal al-Qur'an orang yang seharusnya diirii (dalam arti yang positif)
Dalam hidup ini Allah telah melebihkan derajat satu golongan dengan golongan yang lainnya.
"ولقد فضلنا بعصهم على بعض وللآخرة أكبر درجات وأكثر تفضبلا"
Artinya: "Dan telah Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lainnya. Dan negeri akhirat lebih besar derajatnya dan lebih banyak keutamaannya."(Qs al-Isra: 21)
Dari Ibnu Umar radiyallahu anhuma Rasulullah saw bersabda: "Tidak boleh merasa hasud melainkan pada dua golongan: "Seseorang yang Allah berikan kepadanya al-Qur'an, lalu ia membacanya siang dan malam. Dan seseorang yang Allah karuniakan hartan kekayaan lalu ia menginfakkan hartanya itu siang dan malam." (HR. Bukhari dan Muslim)

14. Para penghafal al-Qur'an akan berada di surga yang paling tinggi.
Rasulullah bersabda: "Akan dihadirkan penghafal al-Qur'an pada hari kiamat, lalu dikatakan kepadanya: "Wahai Robb, berikanlah ia hiasan." Maka iapun dikalungkan mahkota kemuliaan." Lalu dikatakan lagi, "Ya Robb, tambahkanlah ia." Maka ditambahkan mahkota kemuliaan kepadanya. Kemudian dikatakan lagi kepadanya: "Ya Robb, ridhoilah ia." Akhirnya dikatakan kepadanya, "Bacalah dan naiklah. Sesungguhnya bagimu setiap ayat adalah satu kebaikan." (HR. Tirmizi, Hakim dan hadits ini dihasankan statusnya oleh syekh Albani).

15. Menghafal al-Qur'an di antara sebab-sebab terbebasnya seseorang dari siksa neraka.
Rasulullah saw bersabda: "Seandainya al-Qur'an ini diletakkan di hati seorang mukmin, kemudian dilemparkan ke dalam neraka, niscaya tidak akan terbakar hatinya."(HR. Ahmad)

16. Bank Kebaikan.
Sabda nabi Saw: "Barangsiapa yang membaca satu ayat dalam al-Qur'an maka baginya satu kebaikan. Dan setiap kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Tapi alif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf."(HR. Tirmizi, ia mengatakan hadits ini hasan shahih).
Semoga Allah memudahkan kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang hafal dan memahami al-Qur'an serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, Amiin Ya Robbal a'lamin.
Wallahu a'lam bish-showab.

Contact/Wa 0812 2267 9788 a/n Ristoni BBM : 751C1A6A E-mail : ristonirtx@gmail.com Fb : Ristoni syabab hizb / risrinixman@yahoo.co.id

Minggu, 24 Januari 2016

Arab Badui & Para Sahabat Rasul

Setelah Nabi wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, "ceritakan padaku akhlak Muhammad". Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.
Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, "ceritakan padaku keindahan dunia ini!." Badui ini menjawab, "bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini..." Ali menjawab, "engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)"
Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi yang sering disapa "Khumairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun[23]: 1-11.Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.
Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi, Aisyah hanya menjawab, "ah semua perilakunya indah." ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, ÔYa Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.' Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.
Nabi Muhammad jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "mengapa engkau tidur di sini." Nabi Muhammmad menjawab, "aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.
Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul memanggilnya. Rasul memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi mencium sorban Nabi.
Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.Nabi Muhammad juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul selalu memujinya. Abu Bakar-lah yang menemani Rasul ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sakit. Tentang Umar, Rasul pernah berkata, "syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain." Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu? Rasul menjawab ilmu pengetahuan."
Tentang Utsman, Rasul sangat menghargai Ustman karena itu Utsman menikahi dua putri nabi, hingga Utsman dijuluki dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. "Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya." "barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik."Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.
Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad. Buktinya, dalam Al-Qur'an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad, Allah menyapanya dengan "Wahai Nabi". Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.Para sahabatpun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap rasul. Mereka ingin Rasul menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai pemimpin." Kata Umar, "Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis." Abu Bakar berkata ke Umar, "Kamu hanya ingin membantah aku saja," Umar menjawab, "Aku tidak bermaksud membantahmu." Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal-amal kamu dan kamu tidak menyadarinya (al-hujurat 1-2)
Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia." Umar juga berbicara kepada Nabi dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi.Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami"
Nabi mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi bertanya, "Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?" "Sudah." kata Utbah. Nabi membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi dengan sabar mendegarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!
Ketika Nabi tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi bahwa Nabi akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya N abi. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi? "Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu." Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi telah menyerap di sanubari kita atau tidak.
Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisa di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini." Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap "membereskan" orang itu. Nabi melarangnya. Nabi pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah Nabi. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi keheranan ketika Nabi meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul berikan pada mereka.
Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi. Nabi berkata, "lakukanlah!" Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah." Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sebelum Allah memanggil Nabi.
Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia. Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na'udzu billah.....
Nabi Muhammad ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah ku sampaikan pada kalian wahyu dari Allah.....?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "benar ya Rasul!"
Rasul pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". Nabi meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah."Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah"

Contact/Wa 0812 2267 9788 a/n Ristoni BBM : 751C1A6A E-mail : ristonirtx@gmail.com Fb : Ristoni syabab hizb / risrinixman@yahoo.co.id

Rasul & Yahudi Buta


Di sudut pasar Madinah Al-Munawarah seorang pengemis Yahudi buta, hari  demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata "Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya".
Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad.
Rasulullah SAW  melakukannya setiap hari hingga menjelang Beliau SAW wafat.

     Setelah kewafatan  Rasulullah tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada anaknya, "anakku adakah sunnah  kekasihku yang belum aku kerjakan", Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, "Wahai ayahanda engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayahanda lakukan kecuali satu sunnah saja".
"Apakah Itu?", tanya Abu Bakar r.a.
Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana", kata Aisyah r.ha.
Keesokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi pengemis itu dan memberikan makanan itu kepada nya.

    Ketika Abu Bakar r.a. mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil berteriak, "siapakah kamu ?". Abu Bakar r.a menjawab, "aku orang yang biasa". "Bukan !, engkau bukan orang yang biasa mendatangiku", jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada ku dengan mulutnya sendiri", pengemis itu melanjutkan perkataannya. Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang pada mu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada lagi.

   Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW. Setelah pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, benarkah demikian?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa Page467 Of 472
makanan setiap pagi, ia begitu mulia....
     Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.

NABI-NABI YANG DIUTUS KEPADA KAUM YASIN

Allah SWT berfirman:
       "Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan datang kepada mereka.
(Yaitu) ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga,
       maka ketiga  utusan itu berkata:
'Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang diutus kepadamu.'
       Mereka menjawab:
'Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.'
        Mereka berkata:
'Tuhan kami mengetahui bahawa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada kamu. Dan
kewajiban kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.'
        Mereka menjawab:
'Sesungguhnya kami bernasib malang kerana kamu, sesungguhnya kamu jika tidak berhenti (menyeru kami), niscaya kami akan merejam kamu dan kamu pasti akan mendapat siksa yangpedih dari kami.'
     Utusan-utusan itu berkata:
'Kemalangan kamu itu adalah kerana kamu sendiri. Apakah jika kamu diberi peringatan (kamu mengancam kami)?
      Sebenarnya kamu adalah kaum yang melampaui batas. " (QS. Yasin: 13-19)

         Allah SWT menceritakan kepada kita tentang tiga nabi tanpa menyebut nama-nama mereka. Hanya saja, Al-Qur'an menyebutkan bahawa kaum yang didatangi tiga nabi tersebut mendustakan mereka. Mereka mengingkari bahawa tiga nabi itu sebagai utusan Allah. Ketika para rasul itu menunjukan bukti kebenaran mereka, kaumnya berkata bahawa kedatangan mereka justru membawa kesialan. Mereka mengancam para nabi itu dengan rajam, pembunuhan, dan siksaan yang pedih. Para nabi itu menolak ancaman ini dan menuduh kaumnya membuat tindakan yang melampui batas. Mereka justru menganiaya diri mereka sendiri.

       Al-Qur'an al-Karim dalam konteks ayat tersebut tidak menceritakan bagaimana urusan para nabi itu. Yang ditonjolkan oleh Al-Qur'an adalah urusan seorang mukmin yang mengikuti para nabi itu. Hanya dia satu- satunya yang beriman kepada nabi. Kelompok yang kecil ini berhadapan dengan kelompok yang besar yang menentang para nabi. Laki-laki itu datang dari negeri yang jauh. Dan dalam keadaan berlari, ia mengingatkan kaumnya. Hatinya telah terbuka untuk menerima kebenaran. Belum lama ia menyatakan keimanannya sehingga kemudian ia dibunuh oleh orang-orang kafir.

      Allah SWT berfirman:
"Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki (Habib an-Najjar) dengan bergegas-gegas ia berkata:
'Hai kaumku, ikutilah utusan- utusan itu, ikutilah orang yang tiada minta balasan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Mengapa aku tidak menyembah (Tuhan) yang telah menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) ahan dikembalikan? Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudharatan terhadapku, niscaya syafaat mereka tidak memberi manfaat sedikit pun bagi diriku dan mereka tidah (pula) dapat menyelamatkanku? Sesungguhnya aku kalau  begitu pasti berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maha dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku.'"
(QS. Yasin: 20-25)

        Konteks Al-Qur'an hanya menyebutkan atau membatasi tentang proses pembunuhan itu. Belum lama orang mukmin itu atau belum sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya sehingga Allah SWT mengeluarkan
perintah-Nya dan mengatakan:

"Dikatakan (kepadanya): 'Masuklah ke syurga.' Ia berkata:
'Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui, apa yang menyebabkan Tuhanku memberi ampun kepadaku dan menjadikan aku termasuk orang-orang yang dimuliakan.'" (QS. Yasin: 26-27)

          Jadi, Al-Qur'an al-Karim tidak menyebutkan nama-nama para nabi itu dan kisah-kisah mereka, tetapi yang ditonjolkan adalah kisah lelaki mukmin di mana dalam konteks ayat tersebut nama laki-laki mukmin pun tidak
disebutkan. Tentu penyebutan namanya tidak penting, tetapi yang lebih penting adalah apa yang terjadi padanya. Beliau adalah seorang mukmin yang mengikuti para nabi AllahSWT.

          Dikatakan kepadanya: masuklah ke dalam syurga. Tentu proses penyiksaan yang diterimanya dan pembunuhannya bukan membawa suatu nilai yang besar tetapi yang perlu diperhatikan adalah bahawa ia beriman dan tetap berjuang membela para nabi. Meski-pun ia mendapatkan ancaman pembunuhan, ia tetap menunjukkan keimanannya dan keimanannya tetap membara. "Sesungguhnya aku telah beriman kepada Tuhanmu; maka dengarkanlah (pengakuan keimanan)ku."'

Jazakumullah khairan katsiran..


Minggu, 13 Desember 2015

ISBAL


Siapa Bilang Isbal itu Haram?

Rasulullah diutus oleh Allah sebagai suri tauladan bagi umat manusia di dunia sepanjang masa hingga hari kiamat tiba. Kita yang mengaku sebagai umat Rasulullah, tentu harus melakukan apa-apa yang telah Rasulullah perintahkan dan menjauhi apa-apa yang telah Rasulullah larang, akan tetapi kebanyakkan orang melalaikannya, salah satunya adalah tentang masalah isbal.
Apa itu isbal? Isbal itu memanjangkan pakaian hingga melewati mata kaki. Ada perbedaan pendapat tentang masalah ini, ada yang mengatakan hukumnya haram ada pula yang mengatakan hukumnya boleh. Akan tetapi, menurut penulis sendiri isbal itu hukumnya haram berdasarkan hadist-hadist Rasulullah yang jelas-jelas telah melarangnya. Hadist-hadist yang akan penulis sampaikan adalah hadist-hadist yang derajatnya shohih.
Rasulullah bersabda, “Kain seorang muslim setengah betis.” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah bersabda, “Jauhi isbal karena hal itu termasuk kesombongan.” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah bersabda, “Kain seorang muslim hingga otot betis, kemudian separo betis, kemudian hingga ka’bain (dua mata kaki). Kain yang ada di bawah itu berada di dalam neraka.”(HR. Ahmad)
Dari Hudzaifah, beliau berkata, Rasulullah memegang otot betisku lalu berkata, “Ini merupakan batas bawah kain sarung, akan tetapi jika engkau tidak setuju maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau tidak setuju juga maka tidak ada hak bagi sarung berada pada mata kaki.” (HR. Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik, ia berkata, bahwasanya Rasulullah berkata, “Sarung itu hingga pertengahan betis.” Akan tetapi, setelah menyadari bahwa hal itu memberatkan umat Islam, beliau bersabda, “Sampai mata kaki. Tidak ada kebaikan untuk kain yang lebih bawah dari itu.” (HR. Ahmad)
Rasullah bersabda, “Sungguh, Allah tidak mau memandang orang yang mengisbal pakaiannya” (HR. Nasa’i)
Rasullah bersabda, “Kain yang berada di bawah dua mata kaki di dalam neraka.” (HR. Bukhari)
Dari ‘Amr bin al Syuraid, beliau berkata, “Rasullah melihat seseorang yang menyeret pakainnya. Beliau lantas mengejarnya atau berjalan cepat untuk menyusulnya seraya bersabda, “Tinggikan kainmu dan takutlah kepada Allah”. Orang tersebut berkata, “Kakiku berbentuk O dan kedua lututku kecil!” Nabi bersabda, “Tinggikan kainmu! Setiap ciptaan Allah itu bagus.”. Semenjak itu ujung kainnya tidak pernah melebihi pertengahan betis. (HR. Ahmad)
Dari Asy’ats bin Salim, beliau berkata, Aku mendengar bibiku bercerita dari pamannya bahwa pamannya berkata, “Ketika aku berjalanan menyusuri kota Madinah tiba-tiba ada seseorang di belakangku berkata, “Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan”. Ternyata dia adalah Rasulullah, Aku lantas berkata, Wahai Rasulullah, ini hanya sebuah pakaian yang bagus! Beliau bersabda, “Tidakkah pada diriku terdapat teladan?”. Setelah kuperhatikan ternyata pakaian beliau hingga pertengahan betis.” (HR. at-Tirmidzi)
Rasullah bersabda, “Orang yang shalat dalam kedaan isbal tidaklah berada dalam keadaan yang dihalalkan dan tidak pula dalam keadaan yang diharamkan Allah” (HR. Abu Dawud )
Maksud dari hadits ini bahwa orang tersebut tidak beriman terhadap apa yang Allah halalkan dan tidak beriman terhadap apa yang Allah haramkan.
Rasulullah bersabda, “Kain yang berada di bawah kedua mata kaki berada di dalam neraka” (HR. Abu Dawud)
Rasulullah bersabda, “Ada tiga golongan manusia yang tidak Allah ajak bicara pada hari kiamat, tidak Dia pandang, tidak Dia sucikan, dan bagi mereka siksa yang pedih. Mereka adalah orang yang mengisbal pakaian, orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian, dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu” (HR. Muslim)
Wallahu ‘alam
Contact/Wa 0812 2267 9788 a/n Ristoni BBM : 751C1A6A E-mail : ristonirtx@gmail.com Fb : Ristoni syabab hizb

PENYIMPANGAN


Memahami Makna dan Pentingnya Aqidah serta Sebab-sebab Penyimpangan Aqidah

Arti Aqidah
– Aqidah adalah apa yang diyakini seseorang, bebas dari keraguan.
– Aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
– Aqidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Aqidah Islam
– Aqidah Islam merupakan syarat pokok menjadi seorang mukmin, dan merupakan syarat sahnya semua amal kita. Untuk memperoleh aqidah yang lurus kita perlu mempelajari dan memahami sifat-sifat Allah dan apa-apa yang disukai dan dibenci Allah. Tanpa aqidah yang lurus maka amal ibadah kita tidak diterima-Nya. Salah satu hal yang paling dibenci Allah SWT adalah syirik, yaitu mensejajarkan diri-Nya dengan makhluk atau benda ciptaan-Nya. Allah berfirman, “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang yang merugi” (QS, Az-Zumar: 65).
– Aqidah adalah tauqifiyah, artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil, dan tidak ada medan ijtihad atau berpendapat didalamnya. Sumbernya hanya al-Qur’an dan as-Sunnah, sebab tidak ada yang lebih mengetahui tentang sifat-sifat Allah selain Allah sendiri.
– Aqidah Islamiyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.
Pentingnya Aqidah Yang Lurus (Aqidah Shahihah)
– Begitu pentingnya aqidah dalam Islam, sehingga pelurusan aqidah adalah dakwah yang pertama-tama dilakukan para Rasul Allah, setelah itu baru mereka mengajarkan perintah agama (syariat) yang lain. Didalam Al Qur’an, surat Al-A’raf ayat 59, 65, 73 dan 85, tertulis beberapa kali ajakan para nabi, “Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan selain-Nya”. Dengan demikian ilmu Tauhid sebagai ilmu yang menjelaskan aqidah yang lurus, merupakan ilmu pokok yang harus dipahami sebaik mungkin oleh setiap umat Islam yang ingin memperdalam ilmu agamanya.
– Tanpa aqidah yang benar seseorang akan terbenam dalam keraguan dan berbagai prasangka, yang lama kelamaan akan menutup pandangannya dan menjauhkannya dari jalan hidup kebahagiaan.
– Tanpa aqidah yang lurus seseorang akan mudah dipengaruhi dan dibuat ragu oleh berbagai informasi yang menyesatkan keimanan kita.
Sebab-sebab Penyimpangan dari Aqidah Shahihah
1. Kebodohan, karena tidak ada kemauan (dan enggan) untuk mempelajarinya, sehingga ia tidak bisa mengenal mana yang benar mana yang salah menurut aqidah Islam. Dalam kehidupan ini manusia belajar memahami arti kebaikan (haq) dan keburukan (bathil) dari berbagai sumber, baik dari sumber syariah Islam, dari pergaulan serta dari kesepakatan umum antar manusia mengenai akhlak (karena sebagian kebaikan memang sudah ada dalam diri manusia sebagai fitrah). Namun kebenaran yang mutlak (haq) bersumber dari Allah (syariah Islam), sedang yang bersumber dari manusia dibatasi akal dan kepentingan manusia. Akal manusia terbatas, karena itu tidak mampu memahami secara baik mengapa babi diharamkan. Demikian juga kepentingan manusia dibatasi nafsunya, misalnya pendapat kaum liberal bahwa perzinahan dibolehkan asal mau sama mau. Keterbatasan manusia ini jelas difirmankan Allah SWT dalam Al Qur’an, surat Al Baqarah ayat 216, “. . . Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” .
2. Fanatik (ta’ashshub) kepada sesuatu yang diwarisi orang tua atau nenek moyang kita (tradisi), sekalipun hal itu bathil, atau menolak yang bertentangan dengan tradisi sekalipun itu benar. Ketahuilah bahwa ketentuan dalam syariah Islam tidak pernah berubah, sedang kehidupan dan ilmu manusia bisa berubah dari waktu ke waktu. Karena itu hendaknya kita secara langsung belajar dan berpedoman pada Qur’an dan Hadits, tidak sekedar mengikut kebiasaan yang ada tanpa memahami ilmunya. Disinilah pentingnya mempelajari agama Islam secara benar untuk meluruskan aqidah maupun syariatnya agar kita tidak sekedar melakukan ibadah sesuai tradisi (kebiasaan) yang kita terima di keluarga kita atau di lingkungan kita. Bisa jadi tradisi (kebiasaan) itu menyimpangkan ilmu akibat membiasnya proses penyampaian atau penerimaan ilmu, bisa jadi pula karena orang tua atau kakek kita belajar dari sumber yang salah, atau bisa jadi pula karena terbatasnya waktu pendidik kita (orang tua atau guru sekolah) kita dalam menyampaikan ilmu agama secara lengkap.
3. Taqlid (mengikuti) secara buta, yaitu mengikuti pendapat manusia tanpa menyelidiki seberapa jauh kebenaran dalil yang ia gunakan. Bila ia mengikuti suatu imam atau ajaran yang sesat tanpa mau menyelidikinya, maka jadilah ia penganut paham yang sesat.
4. Ghuluw (berlebihan) dalam mencintai para wali atau orang-orang yang shalih, bahkan mengangkat derajat mereka dibanding manusia lainnya. Termasuk diantara mereka misalnya orang yang meminta sesuatu melalui ziarah kubur kepada para wali, atau mengikuti ajaran seorang shaleh panutannya sambil menolak atau meremehkan ajaran dari orang sholeh lainnya.
5. Ghaflah (lalai) terhadap perenungan terhadap kebesaran dan sifat-sifat Allah di alam jagad raya ini (ayat-ayat kauniyah) dan yang tertuang dalam Kitab-Nya (Qur’aniyah). Mereka lebih kagum pada hasil karya manusia, teknologi, seni dan kebudayaan ciptaan manusia. Bahkan mereka menganggap keunggulan dan keindahan karya manusia itu memang hasil kreasi manusia semata tanpa campur tangan Allah. Ingatlah firman Allah, “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” (QS, As-Shaffat:96)
6. Rumah tangga (keluarga) yang hampa dari ajaran Islam, yaitu para orang tua yang tidak peduli terhadap pendidikan agama Islam bagi anak-anaknya. Padahal orang tua mempunyai peranan terbesar dalam menentukan lurus tidaknya jalan hidup anaknya berdasarkan syariah Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Orang tuanya lah yang kemudian menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi” (HR. Al-Bukhari).
7. Godaan lingkungan, yaitu berupa godaan cara dan gaya hidup yang menggunakan nilai-nilai kebaikan yang tidak sesuai syariah Islam, termasuk dalam hal ini godaan gaya hidup maksiat yang menurut standard bangsa barat yang liberal dipandang sebagai hal yang normal. Umat yang lemah iman dan ilmunya melihat hal ini wajar-wajar saja dan tidak berbahaya, sedang ajaran Islam telah menentukan dengan jelas mana yang benar (haq) dan mana yang salah (bathil). Sebagai contoh, di kolam renang pria dan wanita dengan pakaian yang hanya menutup paha atas dan (hingga) dada sudah dianggap wajar dan sopan menurut masyarakat masa kini, tapi tidak menurut Islam. Contoh lain, sebagian umat Islam yang awam menganggap mengucapkan selamat hari raya agama lain dianggap wajar dan menunjukkan sikap baik karena menghormati toleransi beragama, padahal berbagai dalil Qur’an dan Hadits telah melarangnya, dan keharamannya ditegaskan pula dalam fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia).
Secara sosial, nilai-nilai barat seperti demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) yang diadopsi dari pemikir barat lebih mudah diterima (bahkan dipaksakan) pada semua lintas agama dan lintas bangsa. Namun kalau diteliti, nilai-nilai kebaikan tersebut berbahaya dalam jangka panjang apalagi menurut syariah Islam. Dalam situasi dunia yang dikuasai barat, maka umat Islam ditekan secara halus maupun kasar untuk menerapkan demokrasi dan HAM ala barat dengan cara tekanan ekonomi, tekanan politik, tekanan kekuatan angkatan perang mereka, dan bahkan di dalam negeri sendiri media massanya banyak yang sudah sejalan dengan pemikiran liberal mereka.
Kekuatan Aqidah Yang Lurus
Aqidah yang lurus akan menjadi benteng yang kuat untuk menolak berbagai godaan dunia, penyimpangan paham, bid’ah (ajaran baru) dan aliran sesat dari Islam. Kita akan tampil kuat dan percaya diri (yakin penuh pada ajaran Islam) di tengah godaan kehidupan dunia dan godaan ajaran yang menyesatkan di sekeliling kita.
Aqidah yang lurus juga akan menambah kecintaan kita pada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan takut men-zhalimi Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, yang mana akhirnya akan menambah kekhusyu’an kita dalam beribadah. Dengan menguatkan aqidah maka kita dapat mencintai Allah secara benar, mengharapkan-Nya secara benar dan takut pada-Nya secara benar pula. Kita mencintai Allah (Muhabbah) karena sifat-sifat-Nya yang Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Lembut, Maha Sabar, Maha Suci dan Maha Adil. Kita juga selalu mengharapkan-Nya (Raja’), karena kita tahu sifat-Nya yang Maha Pengampun, Maha Mengabulkan, Maha Pembalas Jasa, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penolong. Kita juga merasa takut (Khauf) untuk melakukan dosa, karena kita tahu sifat-sifat Allah yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dan Mendengar, Maha Pembalas, Maha Pembuat Perhitungan dan Maha Menetapkan Hukum.
Sumber tulisan:
-Kitab Tauhid, jilid 1, Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan, Penerbit Darul Haq,
-Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa
Contact/Wa 0812 2267 9788 a/n Ristoni BBM : 751C1A6A E-mail : ristonirtx@gmail.com

ASWAJA


Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:
Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah dan para Sahabatnya Saw. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi dan para Sahabatnya
As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk. (Lisaanul ‘Arab (VI, 399)
Sedangkan menurut ulama `aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan para Sahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menya¬lahinya akan dicela. (Buhuuts fii Aqidah Ahlis Sunnah, hal 16)
Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali, (wafat 795 H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak me¬namakan As-Sunnah kecuali kepada apa Baja yang mencakup ketiga aspek tersebut. (Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al¬Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’i (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin `Iyadh (wafat th. 187 H).
Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al¬haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah. (Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fii Aqiidah)
Al Jama’ah menurut ulama `aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran. (Syarhul ‘Aqiidah Al Wasithiyyah, hal 61, oleh Khalil Hirras)
Imam Abu Syammah Asy-Syafi’i (wafat th. 665 H) ber¬kata: “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meski¬pun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahi¬nya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah
dan para Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”
Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud :
“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.””
Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama.
Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah dan mengikuti Atsar Jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapatkan per¬tolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Al Ghurabaa’ (orang asing).
Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah  bersabda:
“Senantiasa ada segolongan dari ummatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.” (HR. al-Bukhari no. 3641 dan Muslim no. 103 dari Mu’awiyah Radhiyallaahu’anhu).
Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah bersabda:
“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagai¬mana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa’ (orang¬ orang asing).” (Muslim (no. 145) dari Sahabat Abu Hurairah. ra)
Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang di riwayatkan oleh `Abdullah bin `Amr bin al-`Ash ketika suatu hari Rasulullah menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau bersabda:
“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.” (HR. Ahmad Juz. II/177, 222)
Rasulullah juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’:
“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.” (HR. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykiil Aatsaar Juz II/170 no. 689)
Dalam riwayat yang lain disebutkan ;
“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah sepeninggalku sesudah dirusak oleh manusia.”
(HR. At-Tirmidzi (no. 2630), beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Sahabat ‘Amr bin ‘Auf.ar )
Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti: `Abdullah Ibnul Mubarak, ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan, dan yang lainnya,
Imam asy-Syafi’i (wafat th. 204 H) berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi , mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.””
Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri (wafat th. 456 H) menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah:
“Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Sahabat Art, dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ash-haabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini Berta orang-orang awam yang mengikuti mereka, baik di timur maupun di barat.”
Dinukil dari Kitab “Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah”,
oleh Ust Yazid bin Abdul Qadir Jawas.
Contact/Wa 0812 2267 9788 a/n Ristoni BBM : 751C1A6A E-mail : ristonirtx@gmail.com Fb : Ristoni syabab hizb

Kamis, 26 November 2015

ISRAEL

Pesanan Israel laknatullah http://www.knrp.org/2015/11/israel-bertemu-dengan-google-dan-youtube-untuk-membahas-menyensor-video-palestina/

Comments system

Disqus Shortname